rom: "Amoxewise" <amoriz@iname.com>
Subject: Sejarah TIMTIM
Date: Mon, 18 Oct 1999 06:23:33 +0700
Tulisan ini diambil dari harian Kompas dan pernah di muat pada 11 Agustus
1998 lalu. Tulisan ini dimaksudkan agar kita tidak terlalu silau lagi
akan "trik - trik bule" dalam memecah belah bangsa dengan mengatasnamakan
HAM universal. HAM akan berjalan dengan sendirinya bila kita benar-benar
menjalankan agama kita masing-masing dengan setulus-tulusnya. Dan TUHAN
YME akan memberkati kita senantiasa.
TIMOR-TIMUR: Tumbal Perebutan Hegemoni antara Belanda dan Portugal
Oleh : Benyamin Lumenta
Karena kita kurang mengetahui sejarah kita sendiri , terutama sejarah
bagaimana Belanda dan kekuatan asing dan Eropa lainnya menjarah kepulauan
Nusantara kita dan seenak perut mengatur perdagangan dan penguasaan lautan
kita, maka meletuslah bom waktu di Timor-Timur sebagai sisa-sisa terakhir
perebutan hegemoni antara Belanda dan Portugal.
Kita juga kurang pengetahuan bahwa sejak 1260 telah berdiri Kerajaan Wehali
sebagai satu-satunya kerajaan pribumi yang lolos dari pengaruh
kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang sudah bertebaran di Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan. Kerajaan Wehali telah mempersatukan berbagai kerajaan kecil di
Pulau Timor, seperti Kerajaan Rote, Kerajaan SoE, Kerajaan Belu, Kerajaan
Amarasi, Kerajaan Amanuban, Kerajaan Bonoboro, Kerajaan Lautem dan lain-lain
di sekujur pulau besar Timor.
Dan kalau belakangan ini semakin santer suara untuk mengadakan referendum di
Tim-Tim atau mengadakan propinsi otonom khusus di sana, sebetulnya hanya
karena ketidaktahuan kita tentang sejarah nasional kita. Baik menurut
sejarah versi kolonial Belanda maupun menurut versi pengarung lautan dari
Majapahit yang dimuat dalam naskah-naskah Negarakertagama semasa Hayam
Wuruk, Kerjaan Wehali di Timor sudah eksis. Kerajaan itu kaya akan kayu
cendana, minyak wangi cendana, kuda dan rempah-rempah. Hal ini juga dapat
kita baca dalam kepustakaan Portugal.
Juga tentang kekalahan armada Potugal di Makassar yang dihancurkan Belanda.
Dan perjanjian Gowa tahun 1661 tentang hukuman Belanda kepad Portugal, hanya
boleh berdagang di Timor bagian timur saja. Dan begitu juga Belanda
menghukum Portugal supaya orang-orang Portugal yang sudah berbanak pinak
dengan penduduk asli Flores Timur, yang dikenal sebagai orang-orang Tropaz
diusir dari Flores dan diharuskan hanya boleh tinggal di wilayah timur pulau
Timor. Perlakuan Belanda terhadap Portugal tidak menggubris kedaulatan Raja
Wehali yang berdaulat di seluruh Pulau Timor. Kerajaan Wehali itu
mempersatukan banyak kerajaan kecil di seluruh pulau besar Timor. Dengan
perjanjian Gowa tahun 1661, maka Belanda telah mengucilkan Portugal di
Nusantara kita yang hanya boleh berdagang kayu cendana, kuda dan
rempah-rempah di bagian timur Pulau Timor itu. Dan itu dilakukannya tanpa
melibatkan wewenang dan kedaulatan Raja Wehali, raja orang-orang Timor daru
Rote di barat sampai Lautem di timur.
Pengetahuan sejarah ini kurang kita dalami dan kuasai. Begitu juga rakyat
di Propinsi TimTim sekarang juga belum mengerti sejarah kita. Perjanjian
Gowa tahun 1661 sekaligus telah menghancurkan kedaulatan Raja Weahli dan
hapuslah kerajaan itu demi Belanda yang menghukum Portugal. Kalau saja
sejak reunifikasi Pulau Timor tahun 1976 kita beri informasi, penerangan dan
pelajaran sejarah pada anak-anak sekolah, pemuda dan masyarakat di seluruh
Timor Timur, mereka akan pahami bahwa mereka bukan suatu suku bangsa
eksklusif yang dijajah Portugal. Tapi mereka adalah bagian dari bangsa
Indonesia yang telah dijadikan tumbal oleh Belanda yang menang dan Portugal
yang kalah.
Mestinya sejarah ini selama 22 tahun lebih kita informasikan kepada rakyat
di Propinsi TimTim. Niscaya rasa kebangsaan mereka akan lebih dipertebal.
Para mahasiswa TimTim di Jakarta maupun di Dili tidak akan menyuarakan
referendum kalau saja mereka ketahui sejarah kita, sejarah mereka. Bangsa
Indonesia yang secara historis adalah persatuan kerajaan-kerajaan
Majapahit, Wehali, Gowa, Ternate, Banda, Hitu dan lain-lain. telah
menyatakan kebangkitan nasional tahun 1908, mengulangi Sumpah Palapa di
tahun 1928, menyatakan Proklamasi kemerdekaan dari Belanda tanggal 17
Agustus 1945 dan menyatakan kemerdekaan dari Portugal tanggal 30 November
1975 di Balibo. Itulah fakta sejarah yang perlu kita luruskan dan informasi
kan ke seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 202 juta orang, termasuk
sejuta rakyat TimTim. Kalau itu kita pahami sejak 17 Juli 1976, maka
kekeuatan senjata tak perlu kita gunakan. Dan referendum juga mubasir.
***
Ketika di pertengahan tahun 1975 terjadi kemelut politik di Portugal dengan
tampilnya Partai Komunis mereka sebagai penguasa, tapi mendapat banyak
tantangan dari partai-partai lainnya, buru-buru pemerintahan mereka di Dili
melarikan diri ke Pulau Atauro dan meninggalkan senjata mereka pada kaum
komunis Fretilin. Komunis itu ditentang oleh partai-partai pribumi lainnya
seperti UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalista yang tidak diberi senjata oleh
kolonial Portugal.
Dan ketika pada tanggal 28 November Fretilin memproklamasikan diri mereka ,
sebagai Republik Timor-Timur, segera dua hari kemudian, tanggal 30 November
1975 para pimpinan keempat partai lainnya memproklamasikan integrasi dengan
Indonesia melalui deklarasi Balibo tanggal 30 November 1975. Mengapa?
Mereka menyadari sejarah daerah mereka, bahwasanya Pulau Timor seutuhnya
adalah wilayah integral Indonesia sejak zaman pra-Majapahit sejak zaman
Kerajaan Wehali yang terbentuk sekitar tahun 1260, seabad sebelum zaman
keemasan Majapahit.
Mengenai kerajaan Wehali memang belum banyak kita ketahui. Namun seorang
ahli sejarah dari Monash University, australia, Prof. Peter Spillet hampir
selesai menyusun sebuah buku sejarah dan kebudayaan Timor. Ia sebetulnya
banyak mendapat bahan penelitiannya dari kepustakaan Portugal. Seorang
penulis sejarah lainnya, Prof Ricklefs dalam bukunya History of Modern
Indonesia (sudah diterjemaahkan dalam bahasa Indonesia) menyatakan banyak
mendapat bahan tentang sejarah kedatangan bangsa Belanda dan Portugal ke
Indonesia dari bahan penulisan sejarah pada ilmuwan Portugal yang ternyata
cukup obyektif. Tentang terusirnya mereka dari Maluku dan kehancuran dari
Maluku dan kehancuran armada mereka di Makassar oleh Belanda, juga dapat
kita baca dalam buku-buku sejarah versi Belanda.
Sekarang tugas kita memperdalam sejarah itu dari kedua versi Belanda dan
Portugal. Keduanya menyatakan kekalahan Portugal dalam perebutan hegemoni
dan monopoli perdagangan di Indonesia timur oleh Perjanjian Gowa tahun 1661.
Belanda hanya membolehkan Portugal berdagang di bagian timur Pulau Timor
sebelah timur Kerajaan Belu dan di suatu enklaf, Pelabuhan Makassar di
wilayah Oekusi yang terletak di sebelah barat Kerajaan Belu. Melalui
perjanjian itu Belanda dan Portugal telah melecehkan eksistensi Raja Wehali.
Karean itu penetapan batas Timor Timur oleh Belanda sebenarnya melanggar
kedaulatan Kerajaan Wehali . Status quo berlangsung sejak tahun 1661 dan
berakhir tahun 1975, ketika tanggal 30 November tahun itu, empat partai di
Timor timur menyatakan kembali ke melalui deklarasi penyatuan kembali atau
reunifikasi Pulau Timor itu.
Portugal telah dua kali kehilangan muka di Timor. Pertama ketika Belanda
menghukumnya karena membantu Sultan Hasanuddin dari Gowa. Kalau kita
pelajari sejarah ini secara seksama, sebetulnya sebelum tahun 1975 kita
mesti menggugat Belanda dan Portugal karena melecehkan kedaulatan Kerajaan
Wehali, ke Mahkamah Internasional. Tapi Portugal lebih lihai, dia mengadu
kita ke PBB karena membantu memfasilitasi UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista
mempersatukan Pulau Timor dan kembali ke Indonesia. Dan kedua kalinya
kehilangan muka ketika melarikan diri dari Dili tanggal 10 Agustus 1975.
Sangat Memalukan.
***
Kalau kita sudah mempelajari sejarah, maka kita sangat kuat kedudukan
sebagai penggugat terhadap Perjanjian Gowa yang dilakukan Belanda terhadap
Portugal dengan memberinya hak berdagang dan menetap di wilayah Timor yang
merupakan kedaulatan Kerajaan Wehali. Dan sekaligus menghapus kekuasaan
Raja Wehali memerintah dan menguasai seluruh Pulau Timor.
Namun kita telah terlanjur mengangkat senjata terhadap hampir 900.000
penduduk TimTim dan menganggap sebagian di antara mereka sebagai GPK kalau
bersikap bertentangan dengan pandangan kita.
Namun sejarah sebenarnya membuktikan bahwa Republik Indonesia adalah pemilik
sah dan berkedaulatan sah atas pulau itu dengan juga mengangkat wakil-wakil
mereka dalam berbagai institusi tinggi dan tertinggi negara. Walaupun ada
vakum antara tahun 1661 dan 1975. Jadi sikap berlebihan Portugal
mempermasalahkan Timor Timur adalah karena dua kali dalam sejarah ia
kehilangan muka di Timor. Ia memiliki dokumentasi yang lengkap tentang hal
ini. Mestinya orang-orang Timor yang sekarang ada di Portugal, mengambil
kesempatan mempelajari sejarah kita di Portugal, kemudian menggugat Portugal
ke Mahkamah Internasional, karena telah melecehkan dan menghancurkan
Kerajaan Wehali dan kebudayaan Wehali.
Kepada para mahasiswa dan pemuda Timor Timur kita semua imbau, mumpung ada
kesempatan ke Portugal, galilah sejarah kita di dalam dokumentasi Portugal
yang cukup lengkap dan susunlah gugatan keturunan Kerajaan Wehali terhadap
Belanda dan Portugal yang seenak perutnya sendiri meng-divide et impera
Pulau Timor. Dan mestinya Menlu Ali Alatas dan Mendikbud Juwono Sudarsono
memberi fasilitas kepergian pemuda dan mahasiswa Tim-Tim menggali sejarah
itu. Dan Menpangab membantu menciptakan suasana tenteram untuk menggali
kebudayaan Tim-Tim yang merupakan anak kebudayaan Indonesia. Juga Uskup
Belo, pemimpin spiritual yang telah terlanjur basah dalam politik, ikut
memfasilitasi rakyatnya dan para cendikiawan, memperdalam sejarah. Dan
bahwa referendum harus diadakan tahun 1661 dulu, bukan sekarang.
* Benyamin Lumenta, dosen Ilmu-Ilmu Sosial Fak. Kedokteran Univ.
Tarumanegara; tinggal di Jakarta.
----- End of forwarded message from Amoxewise -----